SAJAK UNTUK BAYANGAN


bayangan adalah bagian diriku yang tak berhenti berkhianat
menangis meminta teduh bila terik hari
berlari mendahului saat pagi mulai berdiri menunjukkan jalan
memintaku berjalan duluan melawan senja.

LUPA

aku arang engkau wajan
para pelupa kobar ciuman
silang ingkar saling bakar


KUNANG-KUNANG

kunang-kunang kenangan
bercahaya setitik ingin pulang
ke lebat angin hutan ingin 

[01.2007]

SAJAK PANTUN


purnama tenang
laut padam
engkau tak terbilang
aku karam



[04.2007]

MENJELANG BREAKING NEWS DI AKHIR TAHUN
- mengingat hasan aspahani


hari ini, aku mendapat paket. isinya weker.
pak pos bilang, hati-hati. sejak dalam perjalanan,
ia sangka dadanya yang berdegup kencang.
padahal ia tak sarapan sepekat pun kopi.
semalaman juga hanya menikmati sunyi.


“ambil cepat. aku mau pergi.
masih banyak surat yang mesti mengetuk.
silakan meledak sendiri.
buka paketnya di kamarmu saja.”


hanya ancang-ancangnya yang tertinggal.
sisa derunya menempel di kelok terakhir
kompleks ini. tak sempat lagi pintu girang aku tutup,
empat pria berbaju serba hitam sudah mengepungku
di seluruh penjuru.


“angkat tangan! kami dari perusahaan pembuat kalender.
serahkan paketnya atau umurmu kami tebak!”


pintu girang segera kututup.
aku gagal meledak hari ini.


[2007-2008]


MALAM DI SEBUAH PADANG
di sebidang dada, di sehampar padang yang dikepung penjuru dan segala ufuk,
sungai-sungai berdetak, tak berhenti mengalirkan doa yang tak pernah cukup
tak lelah memanggil purnama agar jalan lengang segera terang,
menuju sebuah peluk.
malam-malam yang penuh kembang api, bunyi mercon yang mengilukan
pinggang kananku, dan degub beduk lebaran yang terus aku peram
di dada kiriku akan aku buka untukmu, bila kelak tiba di depanmu.
tapi engkau terus melangkah pergi ke arah ufuk,
menjauh dari doa-doaku.
[12.2007]

PAGI 


segala gelap
pekat yang lengkap
telah ditangkup ke dalam sajak


hanya pagi yang mekar
awannya merah, seperti gincu gadis
menuju pasar


[12.2007]

WASIAT


lantaran wanti-wanti wasiat, ibu kami makamkan
di pekarangan belakang.


bukan karena tidak ada ruang. yang pasti tanah itu sangat lapang.
pun dia ingin kami, anak-anaknya, rajin datang mengulur tangan
membersihkan makam.


di hadapanku, piring bergambar bunga yang biasa dipakainya
di setiap perjamuan keluarga atau menerima tamu, penuh nasi,
ikan, dan sayur.


ibu mewariskan kesukaan sayur gambas ke kami.
untuknya, kami menanamnya di kebun belakang,
sekitar makamnya.


kini tangan-tangan gambas yang terus menjalar itu menggapai jendela
ruang makan. Dan setiap angin bertiup sedikit, tangan-tangan hijau surga
itu seperti melambai ke kami, mengucapkan selamat makan.

PINTU-PINTU
(interpretasi dari pulk/revolving door-radiohead [amnesiac])


pintu-pintu gudang itu
adalah pintu-pintu berputar
pintu di ruang-ruang kemudi
kapal-kapal pesar
dan pintu-pintu terus berputar
adalah pintu yang membuka
dirinya sendiri


pintu-pintu geser
dan pintu-pintu rahasia
adalah pintu yang terkunci
pintu-pintu larangan
ada pula pintu yang membawamu masuk dan keluar
tapi tak akan pernah terbuka
dan ada pintu-pintu jebakan
yang membuatmu tak bisa pulang


[12.2007]

UJUNG PALUNG
(interpretasi atas pyramid song-radiohead [amnesiac])


di sungai ini aku tenggelam
dan tahukah engkau apa yang kusaksikan?


malaikat bermata malam menemaniku berenang
serongsok bulan penuh bintang,
juga gugusan kereta
seluruh sosok yang pernah aku sapa
ditemani kekasih-kekasih
abad-abad silam juga masa nanti


lalu kami berangkat ke surga di balik awan
terengah-engah mendayung sampan


tak ada yang perlu ditakutkan dan diragukan
ya, tak perlu kecut dan takut.


[12.2007]

HUJAN MENGEPUNG MALAM
(interpretasi lagu and it rained all night-Thom Yorke [the eraser])


lalu hujan membasuh segala malam
hanyutlah segala kelam
turun menjelma udara kota yang redam
gemeretak rel baja, melintas lokomotif hitam
sejuta mesin menderu memuat hampa


bom waktu bertiktok sedih
di beton bawah tanah lima puluh kaki
seperti tetes-tetes yang membentuk danau
bisikkanlah ke telingaku segala sengau
kusulap menjadi lagu
kratakkratakkrutuk
aku bosan menyahut
pendulum di jam pak tua terus berayun


masih aku pandangi kau dari jauh
tak pernah mampu menyentuhmu


hujan mengepung malam
dan hari-hari pun murung
tetesnya memenuhi wajah dan tangan
kunang-kunang keluar sarang
bertanya ada apa gerangan
kita masih menarik kereta tenggelam
keluar dari sungai yang membentang


tidaklah menyedihkan
gaib namun karib
tak kenal lelah
tak terdedah-bantah
dan tak bisa kau sangkal


lalu kenapa ia terlihat indah?
bagaimana bisa bulan tanggal dari langit?


aku mampu menatapmu
tapi aku tak akan pernah bisa menyentuhmu


ya, aku hanya mampu menatapmu


[11.2007]

Lemari Pendingin